Wednesday, September 30, 2020

RENJANA

Senja merenung sepi

Muara kasih yang pernah menyapa

Telah pudar bersama takdir yang membawamu pergi dan tak pernah kembali


Telah ku titipkan rindu pada langit yang senja

Yang seteduh matamu

Layaknya gelap dan terang yang bertemu di kala senja


Pertemuan kita memang singkat

Namun keindahan itu takkan pernah lupa

Segala kenangan telah tersimpan dalam relung jiwa


Cerita ku masih tentangmu

Satu hal yang perlu kau tau perihal melupakanmu, aku tak mampu.

Karena ingatan tentangmu serupa sang mentari

Walau ia terbenam tetapi ia akan datang lagi, selamanya abadi


Biar ku miliki, biar tetap ada di sini

Hingga senja tak lagi ada

Disini aku berpijak jauh dari tempatmu

Berjalan jauh di sampingmu

Berteduh tanpa naungan mu

Bersandar tanpa hangat Pelukanmu


Ku rindukan ketulusan senyumanmu yang mencintaiku

Dan kurindukan keikhlasan nasihatmu menjaga ku.




BERPINDAH

 Selamat pagi, 2020...

My post is kinda late I know, yet I want to keep you updated of what has happened in my life so far. This year is the worst year so far I ever had... Terlalu banyak patah hatinya... Berat move on nya. Dan isi blog ini memang tidak jauh-jauh dari perihal hati ini patah.

Sudah duduk di ruangan pada pagi hari ini, hati pun tiba-tiba tidak jelas.

Sebuah pagi di Bulan September yang lembut. Menelusuri lorong ingatan yang menjebak saya dalam keinginan untuk memilikinya sekali lagi. Tetapi pada akhirnya kenyataan membakar habis semuanya. Perihal dia yang hangat kukenang dan dia yang tidak akan pernah bisa lagi kugenggam.


Cinta itu tidak selalu tegas. Ketika ia berakhir, pasti ada yang tersisa. Ia tidak berbentuk seperti bangunan-bangunan, tidak dapat juga kita pegang atau kita sentuh. Kita memanggilnya dengan sebutan kenangan.

Cinta tidak kelihatan, tapi sungguh nyata di dalam hati dan pikiran. Untuk itu ada sebagian dari kita yang sulit sekali melupakan. Move on. Berpindah.


Saya tidak menyalahkan sebagian dari mereka yang sulit menerima keadaan, karena tidak mungkin ratusan bahkan ribuan kebersamaan bisa dihilangkan hanya dengan ucapan perpisahan. Kecuali kau sudah langsung menemukan penggantinya atau dia yang sudah dapat penggantimu dan meninggalkanmu sendiri. Sedih ya.


Sebagian dari kita memilih untuk tetap setia dalam ketidakpastian, menunggukeajaiban, kalau-kalau kenangan yang ada mampu memperbaiki keadaan kedua insan. Tanpa memperhatikan berapa banyak waktu yang terbuang secara cuma-cuma untuk menunggu sesuatu yang sia-sia.


Karena pada dasarnya hal yang paling sulit dilakukan adalah melepaskan sesuatu yang bukan milik kita.


Tetapi bisa jadi, bukan berarti kita tidak mampu melupakan, hanya perlu membiasakan diri tanpa dirinya lagi.  Seperti kecupan kening yang selalu ada ketika bertemu, atau sekedar pertanyaan bagaimana harimu hari ini?



Ya, mungkin sebagian dari kita hanya perlu membiasakan, bahwa kini senyuman dan tawa tidak lagi bersumber dari dirinya. Momen-momen dalam penantian tersebut sering kali menyadarkan sebagian dari kita untuk bersikap sewajarnya. Memang benar, tidak selalu menunggu berakhir dengan sia- sia. Jika juga tak kunjung bersama, setidaknya ada hati dan pikiran kita yang berubah. Kita memahami, bahwa segala sesuatu yang berlebih dan dipaksakan tidak akan pernah baik adanya.


Seberapa keras kita memperjuangkannya, seberapa lama kita menunggunya, jika dia bukan milik kita selalu ada jalan untuk memisahkannya.


Sampai suatu ketika kita berada pada zona aman kita. Titik di mana saat kita menoleh kebelakang, semua tampak berbeda.  Kita merindukan perasaan yang dirinya ciptakan lewat kebersamaan,


Tapi...


Kita menyadari bahwa luka ada untuk mendewasakan. Rindu bukan berarti ingin mengalami hal serupa, hanya mengenang dan kemudian dijadikan pelajaran. Karena bagaimanapun juga, hati kita yang perlu dijaga bukan lukanya.



"Menunjukkan kasih sayang tidak harus dengan memilikinya,  merelakannya berbahagia dengan orang lain adalah alternatif lain."


*while listening to : I Love You but I'm Letting Go -  Pamungkas*









Friday, January 11, 2019

EGO MANUSIA

Hey, it's January 2019 already!


Okay, kali ini yuk ngomongin tentang "Ego nya manusia".
Pernah bertindak egois ke orang lain ga?
Kaya...
- Nyuruh seseorang buat ga boleh deket sama orang lain;
- Ninggalin dia yang lagi berjuang;
- Ninggalin dia yang lagi sayang-sayangnya demi kemarahan kamu;
- Ga mau minta maaf tapi mengharapkan orang lain buat minta maaf;
- Nyuruh orang lain buat sabar atas ketidaksabaran kamu;
- Ga mau nikah dan mau hidup sendiri, fokus sama karir;
- Lebih mentingin kerjaan dibanding keluarga.
and so forth...

??
(I have been  there~)

Pada dasarnya, "ego" itu ada disetiap manusia. Yang jadi pembeda, ada yang tau dan berusaha mengontrol dan ada yang dilepas aja seadanya dan berusaha (minta untuk) dimengerti.
Tapi ya... ga selamanya egois itu buruk kok. Dalam beberapa hal, manusia perlu ada sisi egonya. Terutama demi kesehatan mental dan fisiknya.

Cara termudah egois untuk diri sendiri, 
Misal, kita berusaha keras berkorban untuk orang lain, yang sebenarnya juga gak bisa menghargai pengorbanan kita. Dalam jangka waktu yang panjang, yang nyiksa diri sendiri, tanpa di komunikasikan. Biasanya kisah gini, ujungnya meledak dan pecah. Sesuatu hal yang dipendam dengan alasan mengalah / males ribut dengan periode yang panjang, efeknya tinggal tunggu bom waktu.

Pertama kamu egois ngorbanin diri sendiri, terlalu lama dikondisi tidak sehat. Secara ga langsung, kamu egois dengan memaksa atau berharap orang lain bisa paham pikiranmu tanpa perlu dikomunikasikan.

Karena,
komunikasi
adalah
kunci.

Egois yang umum lainnya,
Ga mau melepaskan demi kepentingan sendiri. Padahal tau orang lain tersiksa di kondisi itu.
ADA?  

Ada beberapa pilihan hidup yang jelas bersinggung sama hidup orang lain. Keputusan ini sih yang perlu banget buat dikompromiin... Cari jalan tengah, komunikasiin baik-baik, jangan asal lari ninggalin hal yang ga enak gitu aja.


Segitu aja yaaa mumbling nya!


Semoga harimu menyenangkan :)

Wednesday, November 28, 2018

AKU

"Salah satu hal tersulit dalam duniaku
adalah untuk mengerti inginnya hatiku.

Seorang aku saja bahkan kadang tak
sanggup memahami apa yang sedang
hatiku pinta.

Oleh karena itu tak banyak orang yang
betah berlama lama bersamaku.
Ntah karena alasan lelah atau bosan.
Mungkin bisa saja karena memang
sudah tak sanggup belajar
memahamiku.

Maka tak semua orang kuizinkan
masuk dalam duniaku karena mereka
takkan paham apa yang benakku
ciptakan.

Terlalu rumit untuk menjelaskan
semua angan dan khayal yang aku
ciptakan sendiri.
Tidak tertebak oleh logika
Tingkah laku pun kadang tak cukup
mampu menjelaskan.
Tidak ada yang bisa mengerti duniaku.


Tidak ada yang mampu mengertiku.


Tak ada yang paham betapa rumitnya
pikiran dan banyaknya pintaku.
Tetap mau menghabiskan waktunya
bersamaku.
Dibalik itu semua, tentu saja tetap ada
orang orang yang tetap mau belajar
mengerti diriku.

Tetap bersabar dengan segala tingkah
yang aku buat.
Tetap mau menghabiskan waktunya
bersamaku.

Aku berterima kasih.
Kepada siapa saja yang mau belajar
memahamiku.
Dan sanggup bersabar menghadapi
seorang aku.
Serta tak pernah memilih pergi untuk
meninggalkanku.
Jika seseorang memang sanggup
untuk mengerti diriku.

Tetapi sepertinya tidak perlu
mengerti.
Cukup menghargai bahwa pikiran ku
berbeda.

Dia akan mendapatkan sesuatu yang
lebih.

Bukan perbedaan yang cukup berarti
dia hanya akan mendapatkan sesuatu
yang tak akan ku berikan kepada
siapapun yang memilih pergi
meninggalkanku.

Jika kau bertanya "Apa itu?"

Sebuah kepercayaan penuh, kasih
sayang, serta pengorbanan yang akan
aku berikan.

Tak hanya itu... separuh hidupku pun
rela aku berikan."

Friday, August 31, 2018

A Fate

"We might be sharing a bed and the utility bills with a partner - but the love there once was between us may have gone forever. Neither of us is leaving, but we realize that perhaps for the rest of our lives, we're gonna to have to still be exist without the feeling that our partner is delighted or fascinated by us. Within a hopeless romantic minded culture, it can look rather pitiful to stay together for convenience once passion has gone, but little did we know when love  has died, we're not particularly missing out, we have not particularly failed;  we're simply meeting an ordinary yet rarely described, fate."

"Oh, I'm sad listening to it..."

"Kalo sedih  berarti karena hopeless romantic culture minded *senyum*. there might be many good strong reasons to stay together even when our heart quietly broken. Maybe because our finance is intertwined, kids, friends in common, or we've established ways of living together that might be convenient to us. It's not strange or shameful. It's extremely ordinary and even rather noble. Because if we left, and found someone else, we'd probably end up in the same position a few year later - because in some ways, love almost always dies. Romantic intensity isn't a description of a life for living together in the long term."

Friday, July 6, 2018

Don't Be Shallow

What is the point of a diamond dangling on a heartless chest?
Or on a deaf ear?
Or on an ungenerous hand?

What is the point of loving people for the way that your eyes see them, not for who they really are on the inside?

Don’t be the one who gets fooled by an egg dipped in gold.  At the first obstacle, its beautiful covering shatters, and all that is left is nothing that will please your eyes.

Use your eyes to see into people's hearts, not the way that they make their hearts appear. 

Wednesday, June 6, 2018

All I want

All I want is nothing more
To hear you knocking at my door
Cause if I could see your face once more
I could die a happy girl I'm sure

When you said your last goodbye
I died a little bit inside
I lay in tears in bed all night
Alone without you by my side

But if you loved me
Why'd you leave me?
Take my body
Take my body
All I want is
And all I need is
To find somebody
I'll find somebody like you
Like you

So you brought out the best of me
A part of me I've never seen
You took my soul and wiped it clean
Our love was made for movie scenes

But if you loved me
Why'd you leave me?

Sunday, December 31, 2017

Random: Saya-Jatuh-Patah-Kamu-Janji

Akhir-akhir ini saya banyak merenungkan tentang jatuh dan patah. Akhir tahun, galaunya di maksimalin jadi tahun depan hatinya sudah bebas. Hahaha

Manusia dan kejatuhannya, kepatahannya yang tidak direncanakan. Setiap hari bangun di pagi hari, tidak dalam kondisi yang sama, tetapi jatuh kepada seseorang yang sama di ingatan yang paling pertama. Adalah sebuah pilihan. Pilihan untuk membangun rumah bersama misalnya -- tidak, tanpa pagar, dengan halaman yang luas; dengan bebas bermain, berdua, bertiga, atau bahkan beramai-ramai. Kemudian walau patah tetapi tetap memilih untuk tinggal ataupun pergi adalah suatu pilihan selanjutnya. Tetapi saya -- perempuan yang pernah memilih tinggal dalam jatuh-patah yang tidak direncanakan.

Patah. Selama saya hidup, patah bukan hal yang baru. Banyak orang suka mengidentifikasi kata ini dengan “patah hati” atau “kehilangan” atau “ada sesuatu yang terlepas dari dalam dirimu, padahal sebelumnya begitu melekat.”

Ketika bercerita tentang patah, saya ingat Pakde. Pakde mengalami patah (hati) yang begitu tidak dapat dijelaskan ketika Bude meninggal. Kejadiannya, sudah berbulan lebih, tetapi rasa patah itu masih ada. Sampai di sini saya menyadari satu hal: ada rasa patah yang begitu lekat, susah untuk dilepas. Bahkan waktu, mustahil untuk menyembuhkannya. Saya lalu merasa bahwa, rasa patah atau kehilangan semacam itu, akan terjadi di dalam diri kita, apabila kita memang nantinya akan kehilangan orang yang begitu kita cintai. Maka, berhati-hatilah dengan cinta!

Saya rasa, peringatan ini bukan bermaksud untuk menghindarkan kamu dari cinta dengan segala perasaan perasaanya, tetapi bagaimana kita bisa mengenal cinta dengan sebuah konsekuensi besar bahwa suatu hari nanti, kita bisa saja kehilangan orang yang kita cintai, yang membuat kita patah--begitu patah. I have been there!

Tetapi apakah ketika ada yang patah, lantas kita kehilangan? Ataukah sebenarnya sesuatu yang kita cintai, begitu melekat, tidak akan pernah hilang dari dalam diri kita. Saya sendiri tidak tahu pasti. Maka, berhati-hatilah dengan cinta dan hal-hal yang berhubungan dengannya. Karena suatu hari nanti dalam jangka waktu yang tidak ditentukan, hal-hal tersebut akan selesai, disadari ataupun tidak, selesai.

Dan tentang jatuh. Tuhan yang menciptakan manusia dengan kehendak bebas, rasanya seperti itu, dapat menikmati kemerdekaan sejati dalam mencintai, memiliki maupun tidak memiliki. Sebab cinta adalah jatuh-jatuh yang tidak direncanakan. Mungkin tidak berujung. Tetapi hendaklah ia dikerjakan dengan sungguh-sugguh, dan sepenuh hati, karena yang seperti ini bisa ditebak ujungnya: tidak akan pernah ada rasa menyesal, ketika pun harus berpisah.

Segala sesuatu bukannya tanpa tujuan. Tidak ada jatuh-jatuh tanpa tujuan. Tidak ada kesedihan tanpa tujuan. Tidak ada keindahan tanpa tujuan. Rasanya seperti sudah. Rasanya seperti cukup. Saat ini tidak memilikimu, bukan berarti tidak bahagia, karena kebahagiaan itu sendiri dapat muncul dari rasa kekurangan. Saat ini, ketika segala sesuatu berjarak, bukan berarti tidak dapat menikmati keindahan, karena kekosongan itu sendiri dapat menjadi sebuah hening yang indah.

Saya mencintaimu, bukan karena suatu hari kita dapat membangun rumah bersama -- tidak dapat. Saya mencintaimu bukan karena saya tidak punya ketakutan, seperti omong kosong yang selalu saya katakan, “Jatuh cinta hanya kepada orang-orang yang berani.”

Rasanya tidak ada yang dapat mendefinisikannya, karena saya mencintaimu karena kekuranganmu. Dan akan selalu seperti itu. Dan percayalah, hanya saya.

Sampai di sini, ketika memang itu harus selesai, itu bukan salah kamu, salah saya, salah kita yang menjalaninya, melainkan karena waktu yang mengijinkan. Tetapi perlu diingat, cinta, jatuh, patah, bukan hal yang berbahaya. Mereka sama seperti bagian dari tubuhmu, melekat, ingin dipeluk erat, kenali saja.

Jika kamu telah mengenal rasa patah dengan baik, sangat baik. Sebelum rasa patah itu datang, cintailah seseorang kejujuran, sungguh sungguh, penuh penuh, sekarang.

Dan untuk kamu, untuk janji, janji yang pernah kamu buat untuk saya, itu akan tetap berlaku entah sampai kapan, akan terus saya pegang erat. tapi saya tidak akan memaksa berlebih, serahkan saja semuanya pada Tuhan dan takdir. Sekarang, terbanglah bebas, berbahagialah!




Cherio 2017!









Monday, August 14, 2017

Walking after You

Saya baru saja selesai membaca Walking After You. Windry Ramadhina melukiskan masa lalu dalam novel Walking After You seumpama hujan. Saya suka sekali memandang hujan dengan sedih. Karena bagi saya terkadang memang masa lalu tersebut senantiasa tidak terhapus. Mereka selalu mengapung di permukaan mata seperti genangan hujan, terkadang ia akan membumbung tinggi di depan matamu, atau memercik sedikit kena pipimu, atau deras sekali di antara sudut-sudut jendela hatimu. Terus menerus seperti itu, ia akan menggenang jika memang kita tidak berani untuk menghapusnya.

Karakter An dalam novel ini adalah perempuan yang tampak bahagia, tetapi sebenarnya tidak bahagia. Walaupun tertawanya renyah, sebenarnya ia menyimpan banyak sekali kesedihan. Di dalam segala sukacita yang keluar dari tawa renyahnya, sebenarnya An menyimpan rindu yang teramat dalam kepada seseorang. 

Terkadang saya adalah An. Kamu adalah An. Hanya saja, kadang kita terlalu pintar untuk menyimpan perasaan perasaan kita. Kita hanya pintar menipu orang lain.


Hey, kamu! Bukan kamu saja yang pintar menipu orang lain dengan senyum mu itu, saya pun.

Friday, June 30, 2017

Memberi Hati Untuk Melepas

Teruntuk kamu yang tak bisa lagi kudapat. 
Terkhusus untuk hatinya yang tak lagi sama.


Saat itu semua serasa hampa, ia datang lalu mengajarkan apa itu beranjak. Ada aku yang terjebak dengan seseorang, lalu ia membawaku ke tempat dimana semua terasa baru. Hari dimana ia memulai semuanya.

--14 Agustus 20xx--

Ia tawarkan kenyamanan dengan sendu. Aku terjerat, aku terpikat saat ia berkata “Terima kasih karena telah menerimaku apa adanya”.


Ia membawaku ke alam terindah saat ia melantunkan kemerduan ayat-ayat Al- Quran melalui pesan suara.

Ia mencari keberadaanku saat aku sibuk tak memberinya kabar, seketika aku merasa begitu berharga.

AKU & DIA.
Awalnya pun hanya sekedar keisengan belaka. 
Yang kemudian pun saling mencari, saling mengerti, saling membutuhkan, saling sayang, saling menginginkan, saling mengikat janji lalu jadilah.

SINGKAT.
Ketika kejujuran akhirnya mengambil alih.
Pun telah terlambat.
Tak mengerti. 
Penuh amarah. 
Tanpa adanya kesempatan untuk memperbaiki.
Ia menangis,
Ia tersenyum,
"AKU BERHENTI", katanya dengan yakin.

Dingin semakin menusuk.
Malam semakin pekat.
Angin tak lagi sejuk.
Udara semakin memikat.
Memikat hati untuk bergemuruh menemani kaki yang gemetar sembari air mata mencucur begitu derasnya.

Melihat apa yang sudah, aku menemukan kenyataan yang tak sesuai harapan. 
Iman dipertaruhkan, hati dipertanyakan, keputusan diutamakan, cinta diasingkan.

Aku mempertahankan. Aku menolak kepergian.
Sampai pada akhirnya ia berkata “Aku tak bisa menemanimu sampai esok. Ini waktumu untuk pergi”.

LARA.


Kembali dari awal. Aku hanya ingin mengulas kenangan tanpa berniat untuk mengundang. Sampai ditengah frasa aku tersadar bahwa memang apa yang bukan kehendak-Nya tak bisa kita paksakan.

Dan di titik puncak perasaan, aku membiarkannya pergi.
Tak ada yang perlu aku jelaskan lagi.
Ini hanya kenangan.

Sekuat apapun aku mempertahankan dan sebesar apapun usahaku untuk memeluknya, sesuatu yang pada dasarnya ingin pergi tak mungkin dapat aku tahan.


Cukup semua apa yang ia beri aku rasakan indahnya. 

Aku berterima kasih atas kehadirannya pada Allah SWT Pencipta Segala Rasa, Maha Pembolak-balik Hati. Aku bersyukur mampu mengenal ia dengan dekatnya, mampu menghiasi harinya meski tak lama, mampu berbincang dengan mudahnya sampai mampu melepaskannya.


Pada titik puncak rasa sayang, aku membiarkannya pergi. Bukan karena aku menyerah, bukan pula aku lelah.
Aku membiarkanya bahagia tanpa ada aku di sisinya. 
Karena akan lebih membahahagiakan kalau ia bisa lebih bahagia tanpaku daripada harus menggerus hati jika bersamaku.

Kembali aku dipaksa secara tiba-tiba untuk belajar perihal Ilmu Ikhlas.


Untuk Dia.
Terimakasih pernah hadir. 
Terimakasih pernah berkorban.
Terimakasih pernah berjuang.
Terimakasih pernah bertahan.
Terimakasih untuk kenangan.
Terimakasih atas kehangatan.
Terimakasih atas kesabaran.
Terimakasih atas segalanya.

Maafkan segalaku yang salah. Maafkan semuaku yang melukai. 
Maafkanlah.

Aku membiarkanmu pergi sesuai apa yang kau ingini. 

Carilah bahagia seperti yang kau mau. 
Berlarilah menjauh jika itu inginmu.

Aku tak akan memaksakan mauku. 
Untuk menyayangimu aku cukup melihatmu bahagia.
Sampaikan pada hatimu dengan nyata. 

Aku menyayangimu tanpa spasi. 

Inilah kerelaan untuk kau tinggal pergi.
Tetaplah tersenyum.



Ingatlah aku sebagai pribadi yang pernah ikhlas kau tinggalkan demi kebahagiaan yang kau cari. 
Dan do'a untukmu selalu akan aku lantunkan, caraku untuk menyampaikan rindu dan memelukmu dari jauh di jalan-Nya.





Palembang, Juni.